Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang semakin pesat berimbas pada peningkatan konsumsi bahan tambang sebagai material untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jalan tol, jembatan, bangunan, perumahan, dan lain-lain. Namun, masih banyak komoditas hasil pertambangan yang diperdagangkan dalam bentuk bahan mentah. Selain itu, kegiatan pertambangan tanpa izin juga marak terjadi di berbagai Kabupaten dan Kota, sering kali dengan dalih pemanfaatan atau pematangan lahan untuk kepentingan tanah kavling dan sejenisnya. Hal ini disampaikan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur dalam Laporan Kinerjanya Tahun 2023. Dinas ESDM Kaltim menegaskan bahwa maraknya kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) untuk komoditas batubara dan batuan telah menyebabkan kerusakan lingkungan serta hilangnya potensi penerimaan dari sektor mineral dan batubara. “Pengelolaan usaha pertambangan yang belum optimal dalam meningkatkan nilai tambah dan kontribusi terhadap PDRB, serta adanya pemanfaatan lahan ganda antara kegiatan usaha pertambangan dan sektor lainnya, menimbulkan berbagai implikasi,” ungkap Dinas ESDM. “Implicasi hukum juga muncul akibat penataan perizinan yang diserahkan kepada Provinsi Kalimantan Timur berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota,” tambah Dinas ESDM dalam laporannya. Menurut Dinas ESDM Kaltim, aktivitas pertambangan dapat diibaratkan sebagai koin yang memiliki dua sisi yang bertentangan, yaitu sebagai sumber kemakmuran dan sekaligus sebagai ancaman bagi lingkungan. Sebagai sumber kemakmuran, sektor pertambangan batubara telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan daerah selama bertahun-tahun. Namun, sebagai ancaman lingkungan, metode pertambangan terbuka (open pit) dapat mengakibatkan perubahan drastis pada iklim dan tanah, karena seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang harus dihilangkan. Penghilangan vegetasi juga berdampak pada hilangnya fungsi hutan dalam mengatur tata air, mengendalikan erosi, mencegah banjir, menyerap karbon, menyediakan oksigen, dan mengatur suhu. Selain itu, penambangan batubara dapat memicu perubahan sosial ekonomi di masyarakat sekitar lokasi penambangan. “Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan batubara perlu diambil agar pencemaran akibat aktivitas tersebut dapat diminimalkan dan kerusakan lingkungan yang telah terjadi dapat diperbaiki,” ungkap Dinas ESDM. Deforestasi dan degradasi hutan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan memberikan dampak signifikan terhadap perubahan iklim global, karena konversi lahan hutan menjadi lahan non-hutan mengurangi jumlah vegetasi yang berfungsi menyerap emisi CO2 di atmosfer. Dinas ESDM melaporkan bahwa deforestasi dan degradasi hutan di area pertambangan umumnya disebabkan oleh pembukaan lahan yang tidak diimbangi dengan upaya reklamasi dan revegetasi, bahkan sering kali dibiarkan terbuka, sehingga mengubah fungsi hutan. “Penataan perizinan melalui evaluasi menyeluruh merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengurangi dampak perubahan iklim global,” saran Dinas ESDM.